Selasa, 03 Desember 2013

Mengapa Nitrogen Mempunyai Berbagai Tingkat Oksidasi (Bilangan Oksidasi)?

crop elektronegatifitasNitrogen (N) dalam sistem periodik unsur menempati golongan V-A (15) dan periode 2. Nitrogen adalah satu-satunya unsur yang memiliki banyak macam bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi di sini dimaknai sebagai suatu bilangan yang menunjukkan ukuran kemampuan suatu atom untuk melepas atau menangkap elektron dalam pembentukan suatu senyawa.
Bilangan oksidasi nitrogen mulai dari -3, -2, -1, 0, +1, +2, +3, +4 dan +5. Pertanyaannya mengapa nitrogen memiliki berbagai tingkat oksidasi (atau bilangan oksidasi)? Ikatan dengan unsur lain menjadi senyawa atau ion dari nitrogen itulah yang menyebabkan nitrogen menjadi punya banyak variasi bilangan oksidasi. Jika ia berikatan dengan unsur yang lebih elektropositif (ke-elektro-negatif-an-nya lebih kecil) maka ia akan memiliki bilangan oksidasi negatif. Jika ia berikatan dengan unsur yang memiliki keelektronegatifan lebih besar maka ia akan memiliki bilangan oksidasi positif. Untuk diketahui bahwa pada skala Pauling keelektronegatifan N = 3,04. Ini praktis menempatkan N terletak di antara unsur-unsur yang sangat elektronegatif dan unsur yang sangat elektropositif.
Penjelasan yang menguatkan berikutnya adalah dikaitkan dengan konfigurasi elektron N. Konfigurasi elektron N dengan nomor atom 7 = konfigurasi elektron N
Jika nitrogen berikatan dengan unsur yang lebih elektropositif (ke-elektro-negatif-an-nya lebih kecil), unsur yang mampu men-share kepada N yang akan menempati orbital yang kosong (dalam hal ini) orbital 2p maka ia akan memiliki bilangan oksidasi negatif.
  • Jika unsur lain yang lebih elektropositif itu men-share dengan 1 elektron pada 1 orbital 2p maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) –1,
  • Jika unsur lain yang lebih elektropositif itu men-share dengan 2 elektron pada 2 orbital 2p maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) –2,
  • Jika unsur lain yang lebih elektropositif itu men-share dengan 3 elektron pada 3 orbital 2p maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) –3.
Jika nitrogen berikatan dengan unsur yang memiliki keelektronegatifan lebih besar maka ia akan memiliki bilangan oksidasi positif.
  • Jika nitrogen men-share 1 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +1,
  • Jika nitrogen men-share 2 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +2,
  • Jika nitrogen men-share 3 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +3,
  • Jika nitrogen men-share 4 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +4,
  • Jika nitrogen men-share 5 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +5.
Ketika nitrogen dalam bentuk molekul unsur (N2) tentu ia memiliki bilangan oksidasinya 0.
Nah berikut inilah beberapa senyawa dan atau ion dari unsur N yang mewakili berbagai bilangan oksidasi (9 macam bilangan oksidasi).
  1. Bilangan oksidasi N pada NH3 = –3
  2. Bilangan oksidasi N pada N2H4 = –2
  3. Bilangan oksidasi N pada NH2OH  = –1
  4. Bilangan oksidasi N pada N2 = 0
  5. Bilangan oksidasi N pada N2O = +1
  6. Bilangan oksidasi N pada NO = +2
  7. Bilangan oksidasi N pada NO2 = +3
  8. Bilangan oksidasi N pada NO2 = +4
  9. Bilangan oksidasi N pada NO3 = +5
Pada 9 daftar senyawa dan ion dari N tersebut, dibanding dengan N (keelektronegatifan N = 3,04), O (keelektronegatifan O = 3,44) adalah unsur yang lebih elektronegatif dan H (keelektronegatifan H = 2,20) adalah unsur yang elektropositif.
Bagaimana jika dibandingkan dengan P yang segolongan dengan N, mengapa bilangan oksidasi P tidak sebanyak N? Silakan dicari jawaban logisnya, dengan memperhatikan beberapa kemungkinan yang bisa dikaitkan dengan konfigurasi elektronnya dan lainnya
(sumber : http://urip.wordpress.com )

Senin, 26 Desember 2011

Sistem Periodik Unsur, Kegunaan dan Kaitan dengan Aturan Aufbau

Kegunaan Sistem Periodik
Sistem periodik dapat digunakan untuk memprediksi harga bilangan oksidasi, yaitu:
1. Nomor golongan suatu unsur, baik unsur utama maupun unsur transisi, menyatakan bilangan oksidasi tertinggi yang dapat dicapai oleh unsur tersebut. Hal ini berlaku bagi unsur logam dan unsur non logam.
2. Bilangan oksidasi terendah yang dapat dicapai oleh suatu unsur bukan logam adalah nomor golongan dikurangi delapan. Adapun bilangan oksidasi terendah bagi unsur logam adalah nol. Hal ini disebabkan karena unsur logam tidak mungkin mempunyai bilangan oksidasi negatif.
Sistem Periodik dan Aturan Aufbau; Blok s, p, d, dan f
Kaitan antara sistem periodik dengan konfigurasi elektron (asas Aufbau) dapat dilihat seperti pada gambar di bawah.
Dapat kita lihat bahwa asas Aufbau bergerak dari kiri ke kanan sepanjang periode, kemudian meningkat ke periode berikutnya. Setiap periode dimulai dengan subkulit ns dan ditutup dengan subkulit np (n = nomor periode).

1s2s, 2p3s, 3p4s, 3d, 4p5s, 4d, 5p6s, 4f, 5d, 6p7s, 5f, 6d
Periode1234567
Berdasarkan jenis orbital yang ditempati oleh elektron terakhir, unsur-unsur dalam sistem periodik dibagi atas blok s, blok p, blok d, dan blok f.
a. Blok s: golongan IA dan IIA
Blok s tergolong logam aktif, kecuali H dan He. H tergolong nonlogam, sedangkan He tergolong gas mulia.
b. Blok p: golongan IIIA sampai dengan VIIIA
Blok p disebut juga unsur-unsur representatif karena di situ terdapat semua jenis unsur logam, nonlogam, dan metaloid.
c. Blok d: golongan IIIB sampai dengan IIB
Blok d disebut juga unsur transisi, semuanya tergolong logam.
d. Blok f: lantanida dan aktinida
Blok f disebut juga unsur transisi–dalam, semuanya tergolong logam. Semua unsur transisi–dalam periode 7, yaitu unsur-unsur aktinida, bersifat radioaktif.

Sistem periodik unsur memperlihatkan pengelompokan unsur-unsur dalam blok s, p, d, dan f. Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000

Rabu, 28 April 2010

Cara Pembuatan Tempe

cara membuat tempe.
Bahan yang diperlukan sangat sederhana:
  • 1 kg kedelai
  • ragi tempe 2 gram (belinya mah sekalian sebungkus)
  • 4 kantong plastik putih ukuran 1 kg atau sesuai selera
  • dan panci besar

Cara membuat:
  • Cuci kedelai sampai bersih kemudian rendam sampai 24 jam + 3 menit :-)
  • Besok paginya setelah 24 jam lewat 3 menit cuci kedelai di air yang mengalir sambil diremas-remas agar kulit arinya lepas.
  • Saatnya merebus. Rebus kedelai dalam panci besar dengan air secukupnya kurang lebih 33 menit atau sampai terlihat kedelainya empuk.
  • Tiriskan sampai kering.
  • Tuang kedelai dalam wadah yang lebar agar mudah dingin.
  • Setelah dingin campur kedelai dengan ragi tempe sebanyak 2 gram atau sesuaikan dengan petunjuk pemakaiannya.
  • Aduk sampai rata kemudian masukan ke dalam kantong plastik yang telah disiapkan.
  • Atur ketebalannya kurang lebih 3,3 cm.
  • Tutup plastiknya dengan api lilin.
  • Lubangi plastik dengan tusuk gigi atau ujung pisau secukupnya
  • Taruh di rak beruji agar kena sirkulasi udara, diamkan selama 36 jam + 3 menit
  • Siap dimasak….

Kamis, 17 Desember 2009

Korosi

Ditulis oleh Ratna dkk pada 17-12-2009

gambar_9_16

Korosi adalah peristiwa perusakan logam akibat terjadinya reaksi kimia dengan lingkungan yang menghasilkan produk yang tidak diinginkan. Lingkungan dapat berupa asam, basa, oksigen dari udara, oksigen didalam air atau zat kimia lain. Perkaratan besi adalah peristiwa elektrokimia sebagai berikut :

- Besi dioksidasi oleh H2O atau ion hydrogen

Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e- (oksidasi)

2H+ (aq) → 2H(aq) ( reduksi )

- Atom-atom H bergabung menghasilkan H2

2H(aq) → H2(g)

- Atom-atom H bergabung dengan oksigen

2H(aq) + ½ O2(aq) → H2 O(l)

- Jika konsentrasi H+ cukup tinggi (pH rendah), maka reaksi

Fe + 2H+ (aq) → 2H(aq) + Fe2+ (aq)

2H(aq) → H2(g)

- Ion Fe2+ juga bereaksi dengan oksigen dan membentuk karat (coklat keerah-merahan ) dengan menghasilkan ion H+ yang selanjutnya direduksi menjadi H2-

4Fe2+ (aq) + O2(aq) + 4H2 O(l) + 2xH2 O(l) → 2Fe2O3H2O)x(s) + 8H+

Reaksi totalnya menjadi

4Fe(s) + 3O2(aq) + 2x H2 O(l) → 2Fe2O3H2O)x(s)

Korosi dapat dihambat dengan beberapa cara, misalnya :

  1. Pemakaian logam alloy dengan cara
  • Pembentukan lapisan pelindung
  • Menaikkan tegangan elektrode

2. Pemakaian lapisan pelindung dengan cara:

  • Pengecatan
  • Pelapisan senyawa organik (pelumas)
  • Pelapisan dengan gelas
  • Pelapisan dengan logam
  • Dilapisi logam yang lebih mulia
  • Dilapisi logam yang lebih mudah teroksidasi
  • Menanam batang-batang logam yang lebih aktif dekat logam besi dan dihubungkan
  • Dicampur dengan logam lain

3. Elektrokimiawi dengan cara eliminasi perbedaan tegangan:

  • Menaikkan kemurnian logam
  • Mencegah kontak 2 logam
  • Memakai inhibitor
  • Isolasi logam dari larutan, dan lain-lain.

Faktor yang berpengaruh terhadap korosi

  1. Kelembaban udara
  2. Elektrolit
  3. Zat terlarut pembentuk asam (CO2, SO2)
  4. Adanya O2
  5. Lapisan pada permukaan logam
  6. Letak logam dalam deret potensial reduksi

KESIMPULAN

Elektrolisis. pada sel elektrolisis, aliran listrik menyebabkan reduksi pada muatan negatif di katoda dan oksidasi pada muatan positif di anoda. Aplikasi elektrolisis. Elektroplatting, produksi Aluminium dan Magnesium, pemurnian tembaga, dan elektrolisis dari pelelehan NaCl.

Korosi logam adalah salah satu masalah yang paling penting yang dihadapi oleh kelompok industri maju. pengaruh korosi dapat terlihat (pembentukan karat pada permukaan besi) dan tidak terlihat (keretakan serta terjadinya pengurangan kekuatan logam di bawah permukaan)

Potensial Elektroda dan Hukum Faraday

Ditulis oleh Ratna dkk pada 16-12-2009

Potensial Elektroda

gambar_9_13

Pengertian

Merupakan ukuran terhadap besarnya kecenderungan suatu unsur untuk melepaskan atau mempertahankan elektron

Elektroda Hidrogen

- E° H2 diukur pada 25° C, 1 atm dan {H+} = 1 molar

- E° H2 = 0.00 volt

Elektroda Logam

- E° logam diukur terhadap E° H2

- Logam sebelah kiri H : E° elektroda <>

Cara Menghitung Potensial Elektroda Sel

1. E° sel = E° red – E° oks

2. E sel = E°sel – RT/nF lnC

Pada 25° C :

E sel = E°sel – 0.059/n log C

Elektroda tergantung pada :

• Jenis Elektroda

• Suhu

• Konsentrasi ionnya

Catatan :

E° = potensial reduksi standar (volt)

R = tetapan gas- volt.coulomb/mol.°K] = 8.314

T = suhu mutlak (°K)

n = jumlah elektron

F = 96.500 coulomb

C = [bentuk oksidasi]/[bentuk reduksi]

Hukum Faraday

gambar_9_14

Banyaknya zat yang dihasilkan dari reaksi elektrolisis sebanding dengan banyaknya arus listrik yang dialirkan kedalam larutan. Hal ini dapat digambarkan dengan hukum faraday 1

gambar_9_15

w

W = massa zat yang dihasilkan

e

i = arus dalam ampere

t = waktu dalam satuan detik

F = tetapan Farady,

1 F = 96500 C

i.t = Q = arus dalam satuan C

i

wmol

Mol elektron dari suatu reaksi sama dengan perubahan biloks 1 mol zat. Dari rumusan diatas diperoleh :

Jumlah Faraday = mol elektron

= perubahan bil.oksidasi 1 mol zat

Dalam penentuan massa zat yang dihasilkan dalam reaksi elektrolisis, biasanya data yang diketahui adalah Ar bukan e, sedangkan

e2

sehingga rumusan Hukum Faraday 1 menjadi :

wfix

n = valensi atau banyaknya mol elektron untuk setiap mol zat.

Jumat, 04 Desember 2009

Kompleks fosfin, kompleks molekul kecil, kompleks dihidrogen, kompleks dinitrogen dan kompleks dioksigen

Ditulis oleh Taro Saito pada 03-12-2009

Kompleks Fosfin

Fosfin tersier, PX3, sangat bermanfaat sebagai ligan penstabil dalam kompleks logam transisi dan ligan ini berkoordinasi dengan logam dalam bilangan oksidasi yang bervariasi dari tinggi ke rendah. Fosfin biasanya digunakan sebagai ligan karbonil atau siklopentadienil dalam kompleks organologam. PX3 adalah basa Lewis dan berkoordinasi dengan logam menggunakan pasangan elektron bebas pada fosfor dan menunjukkan keasaman π bila memiliki substituen X yang meliputi Ph, Cl atau f yang memiliki sifat menerima elektron yang kuat. Biasanya, keasaman π-nya akan menjadi lebih rendah dengan urutan PF3 > PCl3 >PPh3 >PR3. Trifenilfosfin dan trietilfosfin adaah fosfin tersubstitusi yang khas. Kompleks fosfin tersier terutama halida logamnya diberikan di Tabel 6.7. Mangan, Mn, dan logam transisi awal jarang membentuk kompleks fosfin.

tabel 6.7

Banyak turunan dapat dipreparasi dengan mensubstitusi halogen dalam kompleks fosfin. Sejumlah kompleks fosfin polidentat dengan lebih dari dua koordinasi, dan juga fosfin monodentat, telah dipreparasi dan digunakan sebagai ligan penstabil dalam hidrida, alkil, dinitrogen, dan dihidrogen. Kompleks rodium atau rutenium, dengan fosfin yang optis aktif terkoordinasi pada logam itu, merupakan katalis yang baik untuk sintesis asimetrik.

Kompleks molekul kecil

Dua atau tiga molekul atomik, seperti H2, N2, CO, NO, CO2, NO2, dan H2O, SO2 adalah molekul kecil dan kimia kompleks molekul kecil ini sangat penting tidak hanya dalam kimia anorganik tetapi juga dalam kimia katalisis, bioanorganik dan lingkungan. Kompleks molekul kecil selain air dan karbon monoksida telah disintesis baru-baru ini. Kompleks dihidrogen baru dilaporkan tahun 1984.

Kompleks dihidrogen

Reaksi adisi oksidatif molekul hidrogen, H2, merupakan salah satu metoda yang digunakan untuk menghasilkan ikatan M-H dalam kompleks hidrida. Secara skematik, reaksi di atas dituliskan sebagai

M + H2 → H-M-H

namun dipercaya bahwa harus ada kompleks senyawa antara yang mengandung dihirogen yang terkoordinasi. Contoh pertama kompleks jenis ini, [W(CO)3(H2)(PiPr3)2], yang dilaporkan oleh G. Kubas tahun 1984 (Gambar 6.18). Strukturnya dibuktikan dengan difraksi neutron, bahwa H2 terkoordinasi sebagai ligan η2 dengan ikatan dalam molekul H2 nya tetap ada dengan jarak H-H adalah 84 pm.

struktur wco

Sekali modus koordinasi baru ini ditentukan, kompleks dihidrogen lain satu demi satu dipreparasi dan lusinan senyawa kompleks dihidrogen kini dikenal. Kompleks dihidrogen menarik tidak hanya dari sudut teori ikatan tetapi juga sangat besar sumbangannya pada studi proses aktivasi molekul hidrogen.

Kompleks dinitrogen

Karena N2 isoelektronik dengan CO, kemungkinan kestabilan kompleks dinitrogen yang strukturnya analog dengan kompleks karbonil telah menjadi spekulasi beberapa tahun. Senyawa ini menarik banyak minat karena kemiripannya dengan interaksi dan akvitasi nitrogen dalam katalis besi yang digunakan dalam sintesis dan fikasasi nitrogen dalam enzim nitrogenase. Kompleks dinitrogen pertama, [Ru(N2)(NH3)5]X2, dipreparasi oleh A. D. Allen (1965) secara tidak sengaja dari reaksi senyawa kompleks rutenium dengan hidrazin. Kemudian, ditemukan dengan tidak sengaja pula bahwa gas nitrogen berkoordinasi dengan kobalt, dan [CoH(N2)(PPh3)3] dipreparasi tahun 1967 (Gambar 6.19). Banyak kompleks dinitrogen telah dipreparasi semenjak itu.

struktur coh

Dalam kebanyakan kompleks dinitrogen, N2 dikoordinasikan dengan logam melalui satu atom nitrogen. Jadi, ikatan M-N≡N umum dijumpai dan ada beberapa kompleks yang kedua atom nitrogennya terikat pada logam dengan modus koordinasi η2. Tahun 1975, kompleks dengan dinitrogen terkoordinasi pada molibdenum ditemukan dapat diprotonasi dengan asam mineral membentuk amonia, seperti dalam reaksi berikut. Elektron yang diperlukan untuk reduksi diberikan oleh molibdenum dalam bilangan oksidasi rendah sebagaimana ditunjukkan dalam reaksi ini.

[Mo(Pme2Ph)4(N2)2] + 6 H+ → 2 NH3 + N2 + Mo(V) + ….

Walaupun berbagai usaha untuk mempreparasi amonia dan senyawa organik dari berbagai kompleks dinitrogen, sampai saat ini belum ditemukan sistem fiksasi nitrogen yang sama dengan sistem fiksasi biologis. Sintesis amonia merupakan proses industri yang telah lama dikenal dan parameternya telah dipelajari dengan ekstensif dan nampaknya kecil kemungkinan untuk peningkatannya. Namun, mengelusidasi mekanisme reaksi fiksasi nitrogen secara biologis pada suhu dan tekanan kamar tetap merupakan tantangan utama bioanorganik.

Kompleks dioksigen

Walaupun sudah lama dikenal bahwa kompleks basa Schiff kobalt mengabsorpsi oksigen, penemuan kompleks Vaska, [IrCl(CO)(PPh3)2], yang mengkoordinasikan dioksigen secara reversibel membentuk [IrCl(CO)(PPh3)2(O2)] sangat signifikan. Dalam kompleks ini, dua atom oksigen terikat pada iridium (melalui sisi), dan dioksigen mempunyai karakter peroksida (O22-). Namun, banyak dikenal pula kompleks superoksida (O2-) yang hanya mempunyai satu atom oksigen diikat pada atom logam. Ada juga kompleks dioksigen binuklir dengan O2 menjembatani dua logam. Hubungan antara koordinasi dioksigen yang reversibel dengan kereaktifannya sangat penting dalam hubungannya dengan sifat dioksigen dalam sistem hidup (lihat bagian 8.2 (a)).

Kamis, 19 November 2009

Gas Mulia dan Senyawanya

Gas Mulia dan Senyawanya

Penemuan gas mulia

H. Bartlett mempelajari sifat platina fluorida PtF6 tahun 1960-an, dan mensintesis O2PtF6. Penemuan ini sangat fenomenal dalam kimia anorganik karena percobaan dengan yang analog dengan xenon, yang memiliki energi ionisasi (1170 kJmol-1) cukup dekat dengan energi ionisasi O2 (1180 kJmol-1), menghasilkan penemuan dramatis, yakni senyawa XePtF6.

Senyawa gas mulia belum pernah dipreparasi sebelum laporan ini, walaupun berbagai usaha telah dilakukan demikian gas mulia ditemukan. W. Ramsay mengisolasi gas mulia dan menambahkan golongan baru dalam tabel periodik di akhir abad ke-19. Di tahun 1894, F. F. H. Moisson, yang terkenal dengan isolasi F2, mereaksikan 100 cm3 argon yang diberikan oleh Ramsay dengan gas fluorin dengan menggunakan loncatan listrik tetapi gagal mempreparasi argon fluorida. Di awal abad ini, A. von Antoropoff melaporkan sintesis senyawa kripton KrCl2, tetapi belakangan diketahui ia melakukan kesalahan.

L. Pauling telah meramalkan keberadaan KrF6, XeF6, dan H4XeO6, dan mengantisipasi sintesisnya. Di tahun 1932, seorang fellow riset, A. L. Kaye, di laboratoriumnya D. M. L. Yost di Caltech, tempat Pauling juga bekerja, berusaha mempreparasi senyawa gas mulia. Walaupun preparasi yang dilakukannya rumit dan penuh semangat, usaha untuk mempreparasi senyawa xenon dengan mengalirkan arus lucutan melalui campuran gas xenon, fluorin, atau khlorin tidak berhasil. Pauling, dikabarkan setelah kegagalan itu, tidak berminat lagi dalam studi senyawa gas mulia.

Walaupun R. Hoppe dari Jerman memprediksikan dengan pertimbangan teoritik bahwa senyawa XeF2 dan XeF4 bakal ada, jauh sebelum penemuan Bartlett, ia sendiri melakukan sintesis setelah mengetahui penemuan Bartlett. Sekali suatu senyawa jenis tertentu telah dipreparasi, senyawa analognya dipreparasi satu demi satu. Ini juga umum dalam kimia sintetik di masa-masa selanjutnya, dan sekali lagi ini menunjukkan pentingnya penemuan pertama.